Punya banyak teman, merupakan harta yang paling berharga, terutama bagi sosok yang sangat tidak percaya diri seperti saya ini, penakut dan” lemah” (kata cici pada temen saya candra ) tapi sepenuhnya saya membenarkan kalimat yang terakhir itu. Almarhum papa juga pernah meledek saya sebagai “dokter cengeng” karena dulu saya selalu mengadu sambil menangis setiap kali melihat penderitaan seorang pasien, kesusahan orang lain, dan jika ada orang yang disakiti oleh orang lain. Namun untuk hal ini sudah mulai berkurang karena waktu, keadaan, dan pengalaman menempa saya untuk lebih bijak mengeluarkan air mata……he..he..he..
Rasa tidak percaya diri masih saja ada hingga kini pada diri saya. dan saya selalu membutuhkan orang lain untuk mensuport apa yang ingin saya lakukan. Karena rasa tidak percaya diri ini datang berbarengan dengan rasa takut, hal ini membuat semua keadaan makin lebih tidak baik,bahkan berakhir dengan tidak berbuat apa-apa…
Kemarin saat harus konsul dengan pembimbing, keraguan muncul, rasa takut dan tidak percaya diri muncul. Dan pada saat itu rasanya suasana hati ikutan jadi kacau, mencari teman untuk sama-sama konsul gak ketemu, tapi akhirnya nemu juga. Sambil menunggu saya chatting dengan teman yang jauh di Palu. Saya menceritakan ketakutan saya, bagaimana rasa hati saya saat itu. Saya juga mendapatkan cerita bahwa teman-teman yang bakal konsul adalah konsul untuk bahan tesis dan publikasi, makin gak PD deh jadinya.
percakapan dalam chatting :
* Kayaknya gak jadi konsul deh…
$ Napa?
* yang mo konsul itu, untuk tesis dan publikasi, kata orang bisa nyebabkan proposal saya mentah lagi,saya takut
$ Coba aja. Jangan takut. Pembimbing itu manusia juga
* Tapi kayaknya gak berani deh….
$ POKOKNYA HARI INI HARUS KONSUL TITIK
Saya pamit, dan matikan laptop, berdiri dengan manis, menunggu di ruang pembimbing. Dan konsul hari itupun berjalan dengan manis dan mulus.
Andai saat itu saya gak punya sahabat……….
Cerita manis lainnya, terjadi pada saat penerimaan bea siswa dari perusahaan tempat orangtua saya bekerja. Terjadi pada tahun 1990. Sebuah bus dari perusahaan muncul di halaman sekolah SMU negeri 1 lhokseumawe, tempat saya bersekolah. Teman-teman yang sebagian saya kenal, karena orangtuanya teman sekantor almarhum papa menuju bus. ternyata itu adalah bus untuk menjemput siswa penerima beasiswa. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak saya…..
$ Kenapa gak segera ke bus?
* Lusi gak dapat beasiswa bang. (bang Izad, lengkapnya M. Izad Lubis, sahabat karib semasa SMP, kakak kelas)
$ Gak mungkin Uci gak dapat… (dia selalu memanggil saya dengan “uci”)
* Tapi lusi gak dapat undangan bang….
$ Mungkin papa uci lupa…Uci pasti dapat…. Dia tarik lengan saya, tuh lihat, bambang eko, oscar dan yang lain dapat, gak mungkin uci gak…Gini aja uci tetap harus ikut, abang yakin uci pasti dapat.
* Gak ahh….., klo gak dapat ntar lusi malukan bang…
$ Uci ikut dulu, bang izad yakin Uci dapat, ntar klo ditanya temen-teman di dalam bus, bilang Uci nemani abang,bolos, sedang malas dikelas…
( dengan setengah memaksa dan menarik tanganku dia mengajak aku ikut bus, sambil menjelaskan mungkin papa lusi lupa membawa undangannya kerumah, dan lagi lusi penerima beasiswa 3 tahun berturut-turut, sama dengan dia itu yang meyakinkannya)
Begitu sampai di tempat acara, semua siswa harus menandatangani daftar hadir, aku hanya bersandar didinding tidak ikut antri. Tiba-tiba bang izad datang dan menarik lagi tanganku, “tuh tandatangan, nama Uci ada disitu” sambil ngucek2 kepalaku, lalu pergi meninggalkanku yang udah PD lagi….Lalu aku telpon papa, untuk mendampingiku menerima beasiswa tersebut. Ternyata benar, papa lupa…..
Andai saat itu aku gak punya sahabat…….